Puluhan bangunan berarsitektur China kuno berusia ratusan tahun di
Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, masih setia bersaksi atas
kesejarahan dan kejayaan Lasem pada masa lalu. Rumah-rumah tua itu kini sebagian telah kosong dengan kulit tembok mulai terkelupas dan ditumbuhi lumut hijau.
Puluhan rumah berlanggam China kuno dengan mudah dijumpai di Desa
Babagan, Gedongmulyo, Karangturi, Soditan, Sumbergirang, dan Ngemplak.
Sebagian besar bangunan itu masih terpelihara dengan baik walaupun ada
sebagian yang dibiarkan terbengkalai. Banyak bangunan tua itu yang
ditinggal penghuninya.
Dari puluhan bangunan kuno di Lasem, rumah tua berukuran besar milik
keluarga Lie Bing Hien yang berada tak jauh dari pertigaan Pasar Lasem,
tampak berbeda dari rumah kuno lainnya.
Pemilik rumah, Hartono, yang merupakan keturunan keenam Keluarga Lie
Bieng Hien, telah menyulap bagian kanan rumah tua itu menjadi warung
telepon dan warnet. Ia juga berencana membuka usaha lain di rumah bagian
belakang sembari menunggu pembeli yang berminat.
“Jika ada yang berminat, rumah ini akan kami jual. Lasem sudah sepi.
Usaha juga relatif sulit. Sebagian keluarga kami bahkan sudah pindah ke
Semarang,” kata dia.
Padahal di dalam rumah yang dibangun tak lama setelah Herman Willem
Daendels menyelesaikan paruh jalan Semarang-Panarukan dari proyek jalan
Anyer-Panarukan pada tahun 1800-an, masih ditemui artefak peninggalan
generasi pertama pemilik rumah. Seperti perabotan kuno, ubin kusam, dan
sumur dalam kering di bagian belakang.
Namun, berbeda dengan bangunan kuno bekas gudang candu di Desa
Soditan. Bangunan berupa rumah berarsitektur Tiongkok dan menyimpan
bukti-bukti perdagangan candu dan kejayaan pelabuhan internasional di
Sungai Lasem itu baru saja dilakukan konservasi oleh pemiliknya.
Bangunan yang dikelilingi tembok besar tersebut berada di lahan
seluas 5.500 meter persegi. Bangunan terdiri dari rumah induk di bagian
depan dan rumah tempat tinggal serta gudang di bagian belakang. Di rumah
induk berubin merah terdapat altar atau meja abu dari jati berukiran
khas Tiongkok. Di bangunan itu juga terdapat sumur sedalam sekitar 1,5
meter yang menyambung ke selokan bawah tanah menuju Sungai Lasem.
Rumah yang berfungsi sebagai tempat tinggal merupakan rumah
bertingkat dua berlantai kayu jati. Di depan rumah itu terdapat jangkar
baja berukuran sekitar 2 meter yang diduga dari salah satu kapal
Laksamana Cheng Ho. Di kompleks bangunan itu terdapat pula makam
keluarga. Makam itu berciri khas siang gong (satu kuburan dua liang
lahat) dengan hiasan relief, patung anjing langit, dan dua buah tiang
berujung kuncup teratai.
Generasi keenam pemilik rumah itu, Subagyo, memilih melakukan
renovasi rumah itu sebagai langkah konservasi senilai Rp150 juta atas
prakarsanya sendiri.
“Saya tetap akan mempertahankan nilai sejarah bangunan ini. Saya
malah berencana menjadikan rumah itu sebagai salah satu contoh rumah
budaya Tiongkok di Lasem,” kata dia.
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Kabupaten Rembang, Edi Winarno,
mengatakan puluhan bangunan kuno di Lasem perlu diselamatkan.
“Sebab pergeseran sikap dan mentalitas para penghuni atau pemiliknya
bisa berubah sebagaimana tuntutan masa kini. Modernisasi mengancam
kelestarian bangunan kuno Lasem,” ujar dia.
Menurut dia, bangunan-bangunan kuno itu merupakan bukti sejarah,
sehingga perlu dilindungi. Bangunan-bangunan itu juga merupakan prasasti
pertautan budaya Tionghoa dan Jawa serta akulturasi Islam dan Tionghoa
yang berlangsung harmonis.
“Semoga Lasem seberuntung kawasan kota tua Jakarta dan kawasan Lawang
Sewu Semarang yang berhasil diselamatkan. Kami tidak berharap
bangunan-bangunan kuno itu dijual oleh pemiliknya atau hilang digerus
modernisasi. Pemerintah perlu bertindak. Konservasi perlu dilakukan,”
kata dia.
Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah dijadwalkan akan
melakukan pendataan ulang situs sejarah dan bangunan kuno di wilayah
Kecamatan Lasem untuk keperluan registrasi benda-benda cagar budaya
nasional.
“Inventarisasi situs sejarah dan bangunan kuno di wilayah Lasem oleh
BP3 Jateng akan dilakukan pada pertengahan pekan ini. Inventarisasi
dilakukan sekaligus untuk menentukan langkah konservasi,” kata Kepala
Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Rembang Noor
Effendi.
Menurut dia, pendataan ulang diharapkan akan bisa menguak jumlah
terkini bangunan kuno Lasem, termasuk mengungkap nilai kesejarahan
rumah-rumah kuno milik warga keturunan Tionghoa di Lasem.
Pendataan ulang akan memudahkan pihaknya untuk menentukan langkah
konservasi agar bangunan-bangunan kuno dan situs sejarah Lasem tidak
hilang ditelan perkembangan zaman.
“Kami masih memiliki semangat untuk menyelamatkan situs sejarah dan
bangunan-bangunan kuno Lasem sebab itu bukti luhurnya budaya masa lalu.
Meski harus kami akui bahwa konservasi memerlukan biaya besar, namun
pembiayaan masih bisa diperoleh dari berbagai sumber,” kata dia.
Sumber : ANT
Sumber : ANT