Suku Hui Siarkan Islam ke Nusantara

Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) memiliki pandangan lebih lunak terhadap Islam daripada Kristen karena Islam dipandang agama pribumi warga Tiongkok.
Pemerintah RRT mendirikan Asosiasi Islam China (CIA) untuk pemberdayaan kesejahteraan warga minoritas muslim. Bahkan sejak tahun 2010, lisensi makanan dan minuman halal yang dikeluarkan pemerintah RRT lebih kuat di Timur Tengah maupun Eropa, daripada keluaran Majelis Ulama Indonesia maupun Malaysia.
Serbuan produk-produk halal dari Tiongkok bukan hanya ke Timur Tengah maupun Eropa melalui jalur darat, namun di jalur laut juga menembus pasar halal Australia maupun benua Amerika bagian utara.
Persaingan bisnis makanan-minuman berlabel halal dari Tiongkok ini membuat negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki komunitas Islam besar menekan pemerintahnya untuk membatasi peredarannya.
Poros Beijing-Dubai-Riyadh terbentuk, salah satu kegiatan ekonomi yang menjadi saingan Amerika dan Eropa sejak pengujung tahun 2010, selaras krisis keuangan melanda dua benua itu.
Salah satu suku yang menjadi duta Beijing itu, berasal dari suku Hui, sebuah komunitas minoritas terbesar ketiga dari 55 minoritas yang diakui resmi RRT. Meskipun mereka terdiri kurang dari 1% penduduk Tiongkok, mereka kelompok muslim terbesar dengan 8.603.000 anggota resmi di data pemerintah.
Sedangkan data tak resmi lebih besar lagi, selaras program keluarga berencana (KB) ketat yang digalakkan Beijing, satu keluarga satu anak. Anak kedua di sebuah keluarga di Tiongkok, tak dapat tunjangan kesehatan gratis dan pendidikan gratis selama 12 tahun pendidikan. Peraturan KB ketat itu, tidak diberlakukan kepada suku Hui. Namun beberapa keluarga Hui menyembunyikan status anak angkatnya dengan menyekolahkannya di asrama-asrama Islam di Asia Tengah maupun di Asia Tenggara.
Kehidupan ekonomi yang lebih baik daripada suku-suku minoritas lain di Tiongkok, menjadikan Hui salah satu pemain besar di RRT. Salah satu, tentara khusus penjaga keselamatan Ketua Besar Mao Jedong berasal dari suku Hui, seorang Muslim yang taat, tak makan daging babi dan arak, membuatnya kuat untuk menjaga Ketua Besar hingga kemenangan Ketua Mao di tahun 1949.
Sejarah itu, membuat Hui paling diterima berdampingan suku Han memerintah RRT sampai sekarang ini. Perdana Menteri Tiongkok Wen Jiabao (masih menjabat sampai tahun 2012 ini), seorang suku Han namun khatam membaca kitab suci suku Hui, Alquran yang juga kitab agama Islam.
Kemahirannya dalam membaca Alquran dan diterjemahkannya ke dalam Bahasa Mandarin, membuat kagum pemerintah Qatar, sehingga menjalin kerja sama ekonomi dalam pengembangan teknologi nano maupun perminyakan. Negara di Asia Tenggara yang berkesempatan mendengarkan PM Wen Jiabao membaca kitab suci Alquran, Indonesia, tepatnya di perguruan Al-Azhar Jakarta, dan menjadi berita heboh di Aljazeera.
Hui menikmati banyak hak istimewa yang mencirikan etnis minoritas Tiongkok: mereka menerima subsidi pemerintah untuk daging sapi, dan mereka diperbolehkan memiliki lebih dari satu anak.
Populasi suku Hui telah meningkat tajam melalui migrasi, perkawinan dan adopsi. Hui, keluarga yang paling sering mengadopsi anak-anak Han, membesarkan mereka sebagai muslim dan menerima mereka sebagai Hui.
Hui memiliki unit administrasi yang lebih otonom daripada minoritas lain, dan komunitas mereka ditemukan dalam pengaturan baik di pedesaan dan perkotaan. Karena nafsu berkelana bersama dengan kesediaan untuk pergi ke mana pun peluang berdagang muncul, membuat Hui tersebar di seluruh Tiongkok.
Hui memiliki berbagai macam pekerjaan yang berhubungan dengan pembatasan Islam pada diet dan kebersihan (maksudnya makanan halal): restoran, pemilik penginapan, gembala, petani, kavaleri, caravanserai, tukang daging, penyamak kulit, pedagang teh, perhiasan, interpreter, dan ulama.
Pada bagian arah Barat-laut Tiongkok, paras Hui lebih ke Asia Tengah daripada paras suku Han Tionghoa. Suku Hui pada kawasan itu, mereka memiliki bola mata hijau hazel, jenggot panjang, tinggi, dan hidung mancung, bahkan memiliki rambut merah (pirang versi Bahasa Indonesia).
Pemerintah berikan dana rekonstruksi masjid dan telah memberikan izin untuk literatur Islam yang akan diterbitkan dan dijual. Pada tahun 1989, universitas Tionghoa muslim pertama dibuka di kota Xian, sekaligus pusat dunia Islam di Asia Timur.
Hui telah meminta suara lebih besar dalam urusan-urusan mereka sendiri. Pada tahun 1989, di Beijing, sebelum insiden Lapangan Tiananmen, 3.000 muslim memprotes penerbitan buku Seksual Bea Cukai karena ada penulis menyatakan budaya Islam berpusat pada seks. Pemerintah mendengarkan, langsung melarang buku itu, mengancam hukuman mati kepada editor dan penulis kalau tak mau meminta maaf di depan umum.
Masuknya suku Hui menjadi muslim pertama kali, sejak awal pemerintahan Dinasti Tang (618-906) awal, ketika muslim Arab dan Persia pedagang menetap di pelabuhan Kanton, Guangdong, Guangzhou, dan Fujian.
Pertengahan abad ke-8, suku-suku Turki (subras Mongol) memberontak ke penguasa Dinasti Tang, merasa kalah teknologi, suku-suku itu meminta bantuan tentara Arab penjaga perbatasan Tiongkok-Persia, akhirnya bantuan tentara Arab meraih kemenangan dan menetap di kawasan Tiongkok barat laut. Dalam perkembangannya, penguasa Tang menjalin hubungan komandan tentara Arab untuk menjaga kawasan perbatasan.
Dari 1260-1368 Masehi, Dinasti Yuan yang didirikan Kubhilai Khan, cucu Jenghis Khan merekrut suku-suku Mongol yang beragama Islam sebagai tentara dan administrator. Banyak tentara dan pejabat ini menetap di Yunnan, Tiongkok selatan.
Anak-anak Jenghis Khan mendirikan pemerintahan otonom (kerajaan sendiri), sejarawan lain menyebutnya Khanate, namun bersatu dalam panji kebesaran Kerajaan Pan Mongolia Raya. Di awal abad 14, semua Khanate keturunan Jenghis Khan memeluk Islam, kecuali Dinasti Yuan yang beribu kota di Beijing dengan raja termasyhur Khubilai Khan.
Jenghis Khan sendiri penganut kepercayaan Tengri dengan kuil besarnya di Gunung Tian Shan (Kazakhstan). Berikut sebagian Khanate keturunan Jenghis Khan yang dalam perkembangan raja-rajanya menjadi muslim, Golden Horde (Angkatan Pengelana Emas) dengan ibukota kerajaannya di Moskow (Rusia), Blue Horde (Angkatan Pengelana Biru), White Horde (Angkatan Pengelana Putih) di Eropa Timur, Mongul beribu kota di Delhi (India), Amir Timur Lenk (Pemimpin Timur yang Pincang), dan lain-lain.
Ketika suku-suku Islam di zaman Dinasti Yuan, Ming, hingga Qin (runtuh tahun 1911) identik menjadi tentara, suku Hui lebih kentara di perdagangan dan pemerintahan.
Keistimewaan suku Hui di mata Beijing saat ini, juga memiliki sejarah kelam, di pertengahan Dinasti Ming (1368-1644), Tiongkok ingin menyingkirkan suku-suku asing yang memiliki bola mata biru dan hijau, berambut pirang atau merah, memiliki kulit bule, dan tak bermata sipit. Segala sesuatu yang berbau budaya asing, dianggap menodai kebudayaan Han, salah satu korban tragedi ini semua kapal pusaka (kapal terbesar di waktu itu) pimpinan Laksamana Zeng He (Cheng Ho), dibakar habis.
Untuk menghindari penganiayaan, suku-suku muslim maupun campuran mengadopsi kebudayaan dan bahasa Tionghoa. Seiring waktu, penampilan mereka menjadi tidak bisa dibedakan dengan suku Han, baik adat istiadat maupun bahasa suku Han, meskipun mereka mempertahankan akar Islam mereka dan budaya.
Di sisi lain, merantau ke Asia Tenggara dan menjadi penyiar Islam di Nusantara. Laskar Giri Kusuma yang didirikan Sunan Giri (1478), di awal pendiriannya sebagiannya para santri suku Han Islam maupun Hui yang Islam yang merupakan pengungsi dari Tiongkok, berdakwah kepada warga lokal. Kemudian para santri Sunan Ampel yang berasal dari daerah Champa (Vietnam) sebagiannya juga suku Hui. Sampai saat ini (tahun 2012), suku Han beragama Islam di Pulau Hainan, disebut juga warga Hui Cham, sebab di zaman dulu ada negeri Champa yang diperintah penguasa Islam di zaman Dinasti Yuan (Laksamana Nasrudin).
Ketika Panembahan Jin Bun naik takhta dan menjadi Sultan Demak (1500) bergelar Sultan Sultan Fatah (meniru nama sultan Ottoman penakluk Romawi Byzantium, Sultan Fatih), menampung banyak pengungsi Hui di tentara dan pemerintahannya. Kekecewaan pada pemerintah Ming di Nanjing, pengurus perguruan Ampel Denta menginstruksikan membuang nama-nama dengan bantalan Han, dan menamainya dengan nama-nama lokal.
Pada masa Dinasti Qing (1644-1911), Beijing dikuasai bangsa Mancu dari Manchuria (atas Korea). Pemerintahan Manchu menganggap sudah tak ada bedanya antara suku Hui dan Han, kecuali agama yang dianutnya. Sehingga penguasa Mancu menganggap, suku Hui merupakan suku Han yang memeluk Islam, pengklasifikasian ini tercatat dokumen resmi pemerintahan Dinasti Qing.
Antara 1911-1949, pembangunan masjid oleh warga Hui meningkat. Pada tahun 1949, terdapat 20 ribu warga Hui di wilayah selatan Tiongkok melarikan diri ke Taiwan, menyusul kemenangan komunis di daratan. Hubungan suku Hui yang kala itu banyak di kawasan selatan Tiongkok, atau lebih dekat dengan Tibet dan Indo China (Asia Tenggara daratan) dengan suku-suku muslim di kawasan barat laut Tiongkok, memang jarang terjadi. Apalagi bahasa dan adat istiadat sangat jauh berbeda dengan suku-suku muslim di Tiongkok lainnya.
Selama Revolusi Kebudayaan (1966-1976), Pengawal Tentara Merah menghancurkan masjid, memaksa biksu dan biarawati Buddha untuk melanggar sumpah atau mengeksekusi mereka, dilarang mengajar bahasa Arab dan membakar salinan Alquran.
Namun sejak Deng Xioping memimpin Tiongkok, hak-hak warga Hui mulai diperhatikan bahkan sangat lebih dibandingkan dengan suku-suku muslim di Tiongkok lainnya. Khususnya, di pendidikan dan kesehatan, serta boleh memiliki anak lebih dari satu. Para pengungsi Hui di Taiwan, akhirnya banyak yang kembali ke kampung halamannya. Di sebagian yang lain pindah ke Pulau Hainan, karena ada ratusan ribu suku Hui hidup di pulau itu sejak abad 14.
Salah satu diktat yang dibacakan pengawal Deng Xioping ketika akan mengubur salah satu pahlawan revolusi yang beragama Islam, “Ingatlah keselamatan Ketua Mao (pendiri RRT) dijaga pahlawan Hui, dia tak makan daging babi dan tak minum arak, membuatnya selalu sehat walaupun jarang tidur, kejayaan Tiongkok di masa silam juga peran para pemikir Hui, kembalikan kehormatan Hui karena tetangga kita di barat semuanya negara-negara Islam, dan Hui bisa membantu negara kita melangkah jauh ke depan.” (habis)