Batik Lasem, Ada Karena Laksamana Cheng Ho

Batik lasem yang konon ada di Indonesia berkat kedatangan Laksamana Cheng Ho sekitar tahun 1413 kini meredup. Untuk mencegah kepunahan batik lasem  perlu dikembangkan kultur membatik dan bisnis  di sektor ini.

“Untuk menghadirkan kembali batik yang bercorak percampuran Jawa dan China ini perlu kerja sama multidimensi,” kata Direktur Institut Pluralisme Indonesia sekaligus peneliti batik lasem , William Kwan, dalam diskusi dan pembukaan pameran “New Light of Batik Lasem” di Rumah Seni Yaitu, Kampung Jambe, Semarang, Jumat (15/2) malam.

Salah satu tujuan dari pameran ini agar masyarakat mengenal kembali batik berusia ratusan tahun dan sempat akan punah ini, terutama pada generasi muda.

“Yang perlu dikembangkan adalah kultur membatik yang pernah ada di Lasem. Untuk menghidupkan batik Lasem seperti tahun 1413 lalu diperlukan pula kebangkitan bisnis batik di Indonesia,” katanya.
Artinya, selain memberdayakan kultur dan seni, juga perlu sisi strategis ekonomi untuk mendukung kemunculan kembali batik lasem  di dunia perdagangan.

Saat ini batik lasem  mulai dikembangkan lagi oleh Kelompok Usaha Batik Srikandi Jeruk di Desa Jeruk, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang. Kelompok ini mendapatkan bantuan modal dari sejumlah pengusaha. Hasilnya, para perajin dapat bertahan karena upahnya cukup.

“Dukungan ekonomi sangat penting karena tanpa hal itu industri batik akan ditinggalkan,” kata William.
Batik lasem, menurut catatan sejarah Babad Lasem yang ditulis Mpu Santi Badra pada 1401 Saka (sekitar 1479), dirintis pertama kali di Lasem, Rembang, oleh Puteri Na Li Ni pada 1413. Ia adalah istri dari Bi Nang Un, nakhoda kapal dalam armada Laksamana Cheng Ho.

Waktu itu, batik lasem mendapat tempat penting di sektor perdagangan. Para saudagar mengirim batik lasem  ke berbagai pulau di Nusantara, seperti Bali dan Sumatera. Batik lasem  juga diekspor ke Suriname dan Thailand. (a08)
Sumber: http://www.kompas.com/read/xml/2008/11/22/1157329/batik.lasem.ada.karena.laksamana.chen.ho