Cap Go Meh di Tengah Muslim Tionghoa

Cap Go Meh sebagai sebuah perayaan, sekarang menjadi ceruk pasar yang menggiurkan.  Soalnya, momen Cap Go Meh menjadi tujuan wisata nan menarik. Elemen itu kembali menjustifikasi jika etnis China memang dilahirkan sebagai entrepreneur ulung.
Cap Go Meh merupakan hari ke 15 setelah Imlek. Penghitungannya dimulai sesudah malam pergantian tahun. Cap Go Meh yang kini bertepatan 6 Februari 2012, berasal dari dialek Hokkien dan Tio Ciu.  Secara harfiah Cap Go Meh berarti hari kelima belas dari bulan pertama. Di China dinamakan Yuan Xiau Jie. Sementara dalam bahasa Mandarin bermakna festival malam bulan satu.
Cap Go Meh dalam bahasa Tionghoa, juga disebut Yuanxi, Yuanye atau Shang Yuanjie.  Di Taiwan, Cap Go Meh diperingati sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara, perayaan itu dikenal sebagai hari Valentine China.  Sebab, di masa tersebut wanita yang belum menikah berkumpul bersama. Mereka kemudian melemparkan jeruk ke laut. Budaya itu berasal dari Penang, Malaysia.
Cap Go Meh yang dinamakan pula Yuan Xiaojie merupakan hari raya tradisional Tiongkok.  Dalam tradisi China, Cap Go Meh menjadi penutup seluruh pesta tahun baru Imlek.
Di era dinasti Zhou (770-256 SM), tiap tanggal 15 malam bulan satu, ramai menyemburat hiruk-pikuk ceria. Maklum, petani memasang beragam lampion yang dinamakan Chau Tian Can di sekeliling ladang. Aspek tersebut dilakukan guna mengusir hama sekaligus menakuti binatang perusak tanaman.
Cap Go Meh identik dengan menggotong Toa Pe Kong (Dewa Dapur). Para Bodhisatwa bersama dewa-dewi lain juga diarak. Mereka antara lain Dewa Kwan Kong (Dewa Penjaga), Ceng Goan Ceng Kun, Ma Co Po (Dewi Samudera), Thien Kouw (Anjing Langit), Dewa Han Tan Khong, Dewa Kwan Tek Kun maupun Kwan Im Po Sat (Dewi Welas Asih).
Pada tahun 104 sebelum Masehi, Cap Go Meh resmi tercantum sebagai hari raya nasional di Tiongkok. Tempat-tempat umum lantas dirias lampion berwarna-warni. Selain lampion, maka, Cap Go Meh diisi pula dengan melahap onde-onde.
Makan onde-onde berawal sejak Dinasti Song (960-1279). Onde-onde dinamakan oleh penduduk Tiongkok di bagian utara dengan yuanxiao. Sedangkan rakyat di belahan selatan menyebutnya tangyuan.
Cap Go Meh sebagai sebuah perayaan, sekarang menjadi ceruk pasar yang menggiurkan.  Soalnya, momen Cap Go Meh menjadi tujuan wisata nan menarik. Elemen itu kembali menjustifikasi jika etnis China memang dilahirkan sebagai entrepreneur ulung.

Kota Masjid
Islam masuk ke negeri Tirai Bambu via Guang Zhou (Kanton), pesisir selatan Tiongkok pada 25 Agustus 651. Syahdan, di suatu malam Kaisar Tai Tsung (627-649) bermimpi. Ia melihat seorang pria bersorban dengan jubah putih. Janggutnya menjuntai berwarna perak. Sementara raut wajahnya memancarkan kewibawaan.
Tiba-tiba muncul sekawanan roh jahat mengelilinginya. Lelaki tersebut tak terusik. Ia lalu mengeluarkan sebuah kitab dari balik bajunya. Kemudian membacanya dengan alunan suara ritmis.
Roh-roh itu mendadak ketakutan. Mereka lantas bersimpuh. Sedangkan laki-laki tersebut tetap meneruskan bacaannya. Gerombolan roh itu akhirnya menjadi darah. Selang beberapa saat, genangan darah tersebut menguap.
Tai Tsung, kaisar kedua dari Dinasti Tang lalu terjaga. Ia bergegas memanggil juru tafsir mimpi.  Menurut interpretasi sang nujum, pria berjubah putih yang dijumpai kaisar adalah seorang raja.  Ia bertahta di negeri Arab yang terletak di sebelah barat China.
Pada esensinya, lelaki yang dilihat Tai Tsung tiada lain Khalifah Usman bin Affan (577-656).  Khalifah ketiga itu yang kemudian mengutus Panglima Saad bin Abi Waqqas menuju ke Tiongkok.
Islam di China lantas berkembang pesat. Di era Kaisar Tang Yong-wei, umat Islam diberi legalitas membuka koloni di wilayah Guang Zhou, Han Zhou, Quan Zhou serta Yang Zhou.
Jabatan strategis di pemerintahan akhirnya banyak diisi Muslim Tiongkok. Sementara dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam China pun punya andil. Apalagi, mereka menguasai bisnis daging sapi. Sedangkan yang lain berdagang teh di Tibet.
Sebagian Muslim Tiongkok juga berbisnis intan dan berlian di Shanghai, Peking, Tientsin serta Guang Zhou. Umat Islam China memperdagangkan pula kulit ternak. Mereka juga membuka restoran yang ditandai bendera bertuliskan bismillah dan la ilaha illallah.
Di Tiongkok kuno, banyak dibangun masjid. Di wilayah Chang Chia Chawai berderet lebih 100 masjid. Lalu di Taochow berdiri sekitar 50 masjid. Di Peking, jumlah masjid mencapai 30.  Sementara Hochow memiliki 12 masjid. Kemudian Lanchoefu punya 10 masjid. Di Pootingfu juga terdapat 10 masjid. Lantas Tsingchow memiliki tujuh masjid.
Di Soanhoufu ada lima masjid. Sedangkan di Kalean, Tungchow serta Tientsin masing-masing punya empat masjid. Di Shunte terdapat dua masjid. Lalu di Hohienfu menjulang sebuah masjid.

Menata Ekonomi
Islam berjasa banyak dalam peradaban China. Di zaman dinasti Yuan (1271-1368), seorang bernama Jamaluddin menyusun kalender. Kemudian ilmuwan bulan bintang ikut pula dalam ujicoba peluru berbentuk bola. Bahkan, arsitek awal kota Beijing pun seorang Muslim bernama Yehdardin.
Taufiq H Idris (1983), menengarai bahwa organisasi-organisasi Muslim Tionghoa sejak dulu telah dibentuk. Pada 1923, berdiri perhimpunan Islam atas anjuran ulama semisal Ho Te Chung, Ma Tsin Chung, Sha Shan Ya, Wu Ta Kang bersama Yang Chia Shan. Mereka lantas menggagas madrasah dengan Ta Pu Shen (Syekh Nur Muhammad) sebagai kepala sekolah.
Pada 1927 di Nanking, dimobilisasi organisasi yang berhasrat memajukan pendidikan Islam.  Inisiatif tersebut berasal dari Jenderal Ma Fu Siang. Pada 1933, dibentuk Pemuda Islam Tiong Hwa. Di kota Tientsin, juga menyembul Ittihadul Islamiyah. Sementara di Szechwan didirikan madrasah yang dipimpin Li Yen Shan (Syekh Ali).
Watak Muslim China teramat kuat. Patriotisme heroik mereka pun mashur. Tatkala Revolusi Kebudayaan (1966-1976) membara, banyak masjid, vihara, kelenteng, gereja dan katedral dibumihanguskan. Masjid Xian di Tiongkok bagian tengah ternyata tak diusik. Tentara Pengawal Merah yang bengis merasa ciut dengan kalangan Muslim di daerah itu yang tersohor militan.
Di permulaan kelahiran Republik Rakyat China, banyak umat Islam menduduki pos-pos penting.  Dr Khoo Ci-kang, menteri di masa Dr Sun Yat-sen berujar: The Chinese Muslims are themselves Islam (Muslim Tiongkok tiada lain Islam itu sendiri).
Cap Go Meh yang gemerlap dirayakan merupakan mujizat budaya. Prosesinya bukan sekadar mempersembahkan rasa hormat kepada keluarga, namun, tersembul pula ajang bisnis. Pada Imlek 2009, contohnya, pendapatan pariwisata Beijing mencapai 300 juta dolar AS.
Bukan kalkulasi absurd bila China memiliki kekuatan buat mengomandani ekonomi global.  Apalagi, kapitalisme kian lintang-pukang termehek-mehek. Kini, harapan juga dipanjatkan supaya Muslim Tiongkok turut menata pemulihan ekonomi dunia yang terjerembab dihajar prahara.